Sekitar tahun 1996, menjelang berlangsungnya reformasi politik di Indonesia beberapa lembaga internasional, seperti UNDP dan World Bank, memperkenalkan terminologi baru yang disebut sebagai good public governance atau good governance. Istilah ini mencuat dikalangan pemerintah, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sejalan dengan perkembangan konstelasi politik dan potret birokrasi di Indonesia yang cenderung didominasi praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) di segala bidang. Selain itu, perkembangan teknologi yang menyebabkan akses informasi semakin terbuka membuat banyak pihak mulai berani mengkritisi kinerja pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan.
Governance memiliki arti bahwa kekuasaan tidak lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi-institusi lain, yakni LSM, perusahaan swasta maupun warga negara. Dengan demikian, dalam penyelesaian masalah dan kepentingan publik selalu melibatkan multi-stakeholders dari berbagai lembaga yang terkait dengan masalah dan kepentingan publik itu, dimana unsur utama dalam penyelenggaraan good governance tersebut adalah masyarakat dan para pelaku bisnis.
Secara teoritis pemerintahan yang baik mengandung makna bahwa pengelolaan kekuasaan didasarkan pada aturan-aturan hukum yang berlaku, pengambilan kebijakan secara transparan, serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Kekuasaan juga didasarkan pada aspek kelembagaan dan bukan atas kehendak seseorang atau kelompok tertentu. Kekuasaan juga harus taat prinsip bahwa semua warga negara itu mempunyai hak dan kewajiban yang sama di mata hukum .
Menurut Sarundajang , ada sepuluh prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yang sedang digencarkan oleh pemerintah pusat untuk diterapkan oelh pemeirntah daerah, baik kabupaten/kota ataupun propinsi. Kesepuluh prinsip tersebut adalah :
1. Partisipasi
2. Penegakan hukum
3. Transparasi
4. Kesetaraan
5. Daya tanggap
6. Wawasan ke depan
7. Akuntabilitas
8. Pengawasan publik
9. Efisiensi dan efektivitas
10. Profesionalisme
Kesepuluh prinsip dalam tata pemerintahan yang baik tersebut dalam aplikasinya diterjemahkan dalam kebijakan-kebijakan daerah sesuai dengan kondisi daerah tersebut. Kondisi yang berbeda di setiap daerah (geografis, SDM, political will,dll) membuat penerapan good governance ini berbeda-beda di setiap daerah dan tidak bisa dipaksakan penerapannya. Namun walaupun dalam penerapannya berbeda, sesungguhnya prinsip tersebut memiliki tujuan agar pihak Pemda mampu melayani masyarakat secara baik, menciptakan iklim yang memungkinkan kreatifitas masyarakat berkembang, serta mampu mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat secara arif dan bijaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar